Penyebab Harga Barang Mahal Akibat Inflasi Dan Blokade Ekonomi Oleh
Indeks Harga Produsen (IHP) atau Producer Price Index (PPI)
Selain pendekatan IHK, ada juga pendekatan IHP. Pada dasarnya kedua pendekatan ini sama-sama mau menghitung perkiraan tingkat inflasi.
Cuma kalo IHK meninjau dari sisi harga yang dibayar konsumen, kalo IHP meninjau indeksnya dari harga produsen, yaitu harga yang diterima oleh produsen dalam menjual barang dan jasanya.
Jadi intinya harga produsen adalah harga dasar, yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Seperti IHK juga, untuk IHP tim BPS menentukan sekelompok barang dan jasa di berbagai sektor seperti pertanian, pertambangan dan penggalian, dan industri pengolahan, akomodasi, makanan dan minuman di 8 provinsi di Indonesia, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, NTB, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Papua.
Dalam praktiknya, memang pendekatan IHP ini lebih jarang dipake untuk ngitung inflasi. Alasannya, karena memang lebih sulit mengumpulkan data pembelanjaan industri yang pastinya menyangkut rahasia dapur dari banyak perusahaan. Jadi pada prakteknya hal ini lebih sulit dilakukan dibandingin dengan ngumpulin data IHK.
Penyebab Terjadinya Inflasi :
Latar Belakang Fenomena Kenaikan Harga
Istilah dalam ekonomi dimana harga barang secara umum mengalami kenaikan disebut dengan inflasi.
Kalo elo lihat buku cetak ekonomi di bagian inflasi, fenomena ini dijelaskan sebagai proses kenaikan harga barang dan jasa secara umum atau “kemerosotan nilai uang (kertas)”.
Tapi penjelasan di buku cetak tersebut, kadang kurang mendalam dan masih meninggalkan tanda tanya bagi semuanya.
Pertanyaan paling sederhana yang sering muncul dalam kepala adalah: Kok bisa sih kenaikan harga barang ini berjalan serentak? Kok naiknya bisa kompakan sih? Masa semua penjual di seluruh penjuru negeri janjian naikin harga bareng-bareng?
Sebenernya gak seperti itu, karena pada prinsipnya, suatu keadaan ekonomi di mana harga naik secara terus-menerus disebut sebagai inflasi.
Dan inflasi ini adalah sebuah fenomena ekonomi yang terjadi secara natural karena adanya perubahan dari berbagai komponen dalam perputaran roda ekonomi.
Fenomena ini, bukan hanya terjadi pada ekonomi modern, tapi udah terjadi sejak ribuan tahun lalu dan akan terus terjadi selama sistem ekonomi berjalan.
Lalu, apa saja faktor penyebab harga barang barang mahal akibat inflasi dan adanya kemerosotan nilai uang?
Sebetulnya secara makro penyebab inflasi sangat rumit, tapi secara sederhana, gue akan coba menjelaskan 2 komponen utama yang menyebabkan inflasi, yaitu:
Jadi, dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa penyebab harga barang-barang mahal akibat inflasi dan adanya pergeseran kurva permintaan dan penawaran (demand and supply) serta jumlah uang yang beredar di masyarakat.
Kenapa pergeseran tingkat permintaan-penawaran mempengaruhi tingkat Inflasi?
Oke, gue akan coba menjelaskan fenomena bernama inflasi ini akan dalam kasus sederhana:
Elo perhatiin nggak kalo tiap tahunnya mengapa pada saat menjelang hari raya harga kebutuhan pokok di pasar barang mengalami kenaikan? Biasanya menjelang Hari Raya Idul Adha harga kambing dan sapi jadi lebih mahal. Kenapa gitu?
Ya jelas karena menjelang Idul Adha, permintaan daging kambing dan sapi banyak. Jadinya para pedagang naikin harga mumpung banyak orang yang mau beli. Namanya juga cari untung.
Ini adalah hukum ekonomi yang sangat mendasar. Permintaan banyak, otomatis para pedagang naikin harga supaya untung lebih banyak. Namun sehari setelah Hari Idul Adha, harga kambing dan sapi pasti langsung turun drastis! Kenapa? Ya pasti karena orang yang mau beli (permintaan) akan daging kambing dan sapi juga turun drastis.
Inilah ilustrasi nyata dari Hukum Permintaan-Penawaran yang mempengaruhi naik-turunnya harga barang. Nah, dari prinsip ekonomi (permintaan-penawaran) itulah, fenomena inflasi ini terjadi. Hanya saja skala-nya jauh lebih luas daripada fenomena naik-turunnya harga daging kurban menjelang Idul Adha atau harga kembang api menjelang tahun baru.
Kenapa jumlah uang beredar mempengaruhi tingkat Inflasi?
Emangnya kenapa sih kalo jumlah uang yang beredar di masyarakat jadi lebih banyak? Hubungannya apa sama terjadinya inflasi sih? Nih gue coba gambarin ilustrasi singkat ya:
Misalnya elo dan temen-temen sekelas dibagi jadi 2 kelompok, yaitu pembeli dan penjual. Sekarang setengah dari kalian adalah kelompok pembeli dan setengahnya lagi adalah kelompok penjual.
Terus yang jadi pembeli ini semuanya punya uang sebesar Rp300.000/bulan dan yang jadi penjual ini ada yang jualan makanan, minuman, dan pakaian. Setiap hari para pembeli pasti akan membelanjakan uangnya, mereka akan beli makanan, minuman dan pakaian dari para penjual.
Nah, misalnya rata-rata si pembeli membelanjakan uangnya sampe Rp10.000/hari, dalam 30 hari kan habis tuh ya setiap bulannya. Nah sekarang tau-tau ada guru yang berbaik hati, nambahin duit ke si kelompok pembeli sebesar Rp300.000 lagi, jadi kan sekarang si pembeli punya Rp600.000 ya? Apa yang akan terjadi?
Kelompok pembeli mungkin aja belanja lebih dari Rp10.000/hari, karena sekarang mereka punya uang lebih, mungkin mereka akan beli makanan, minuman dan pakaian lebih banyak dari sebelumnya.
Emang udah jadi salah satu sifat dasar manusia, bahwa semakin besar pendapatannya, cenderung semakin besar pula pengeluarannya.
Lalu apa jadinya kalo semua orang mendadak jadi belanja lebih? (baca: permintaan naik) Inget fenomena daging kambing & hari Raya Idul Adha tadi, otak bisnis pedagang secara natural akan menaikkan harga!
Nah kalo fenomena ini terjadi terus-terusan, maka pada akhirnya terjadilah inflasi. Jadi kita bisa menyimpulkan skenarionya kira-kira seperti ini:
Kenaikan jumlah uang beredar -> menaikkan tingkat konsumsi -> menaikkan tingkat permintaan konsumen -> mendorong penjual menaikkan harga -> terjadilah inflasi
Rantai sebab-akibat ini yang sebenernya bisa dijelaskan oleh Teori Kuantitas Uang yang dikemukakan oleh Irving Fisher, yang diformulasikan pada persamaan berikut:
Keliatan kan ya dari persamaan tersebut bahwa kalau M naik, dengan asumsi V dan T sama karena jumlah populasi juga dianggap tidak berubah, maka P akan naik juga. Pandangan teori ini dikenal juga sebagai pandangan sebagai kaum monetaris.
Tapi sebelum kita melangkah lebih lanjut ke bagian jenis-jenis inflasi di dunia, gue punya info penting nih buat elo semua.
Elo tau gak sih kalo inflasi ekonomi adalah salah satu materi yang sering muncul di mata pelajaran Ekonomi UTBK SBMPTN. Oleh karena itu, elo gak bisa meremehkan materi yang satu ini lho.
Kalo elo bingung harus mulai mempersiapkan UTBK dari mana, materi mana aja yang harus dipelajari. Jangan khawatir, karena Zenius siap membantu. Elo tinggal klik aja banner di bawah ini untuk menemukan daftar materi UTBK ya!
Download Aplikasi Zenius
Fokus UTBK untuk kejar kampus impian? Persiapin diri elo lewat pembahasan video materi, ribuan contoh soal, dan kumpulan try out di Zenius!
Harga BBM naik -> Ongkos Distribusi Naik -> Biaya Produksi Naik -> Harga Barang Naik
Ketika daya beli masyarakat naik, maka jumlah permintaan terhadap bergabai jenis barang akan naik juga,. Jika barang dagangan laku tetapi ketersediaan barangnya terbatas, pedagang cenderung menaikkan harga agar keuntungannya bertambah, ujung - ujungnya akan terjadi kenaikkan harga yang berdampak pada inflasi.
Negara umumnya berdagang satu sama lain, harga barang impor bisa naik karena banyak faktor. Misalnya, karena negara asal produksi sedang mengalami inflasi yang tinggi atau karena ada kebijakan baru di bea cukai hingga ada tambahan potongan pajak, biaya administrasi, dll. Jika importir mendapatkan barang dengan harga modal tinggi, mereka cenderung menaikkan harga untuk konsumen dalam negeri. Inflasi tidak hanya disebabkan oleh faktor dalam negeri, tapi juga faktor luar negeri.
Penjelasan di atas merupakan 4 dari banyaknya penyebab terjadinya inflasi, mungkin bisa kita bahas di lain waktu, semoga bermanfaat :).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Financial Selengkapnya
SHAH ALAM - Kenaikan harga barang dan perkhidmatan berkemungkinan akan berlaku pada tahun hadapan memandangkan beberapa perkara yang diumumkan dalam Belanjawan 2025 memberi kesan kepada pemain industri seperti peluasan skop Cukai Jualan dan Cukai Perkhidmatan (SST) dan kenaikan kadar gaji minimum kepada RM1,700 sebulan.
Pakar Ekonomi Universiti Sains dan Teknologi Malaysia (MUST), Profesor Emeritus Dr Barjoyai Bardai berkata, peniaga juga dijangka mengambil kesempatan untuk menaikkan harga barang susulan peningkatan gaji penjawat awam serta penyasaran subsidi petrol RON95.
“Lazimnya peniaga memang sentiasa mencari peluang untuk meningkatkan harga dan wujud peluang itu kerana mulai 1 Disember ini gaji penjawat awam meningkat sebelum kenaikan gaji minimum berkuat kuasa 1 Februari 2025.
“Peniaga melihat pengguna mempunyai kuasa beli yang lebih dan mereka menaikkan harga dengan alasan terpaksa membayar gaji lebih, kos overhead selain peningkatan kos belian barang premium yang diimport serta barang-barang tersenarai bawah peluasan SST,” katanya.
Dalam pembentangan Belanjawan pada Jumaat lalu, Perdana Menteri, Datuk Seri Anwar Ibrahim mengumumkan kerajaan akan melaksanakan peluasan skop SST secara progresif berkuat kuasa 1 Mei 2025.
Barjoyai turut tidak menolak kemungkinan kenaikan harga barangan dan perkhidmatan berkenaan berlaku dalam peratusan yang agak tinggi kerana peniaga akan mengambil kira kesan pengganda daripada kenaikan kos dan cukai yang mereka alami.
“Kesan berangkai berlaku di segenap peringkat perniagaan misalnya, di peringkat pengeluar kerana apabila gaji naik dan berlaku peluasan cukai, mereka akan mengalami kenaikan kos. Kenaikan kos itu akan diserap dalam harga barang.
“Apabila pemborong ambil barang itu dengan harga yang naik, barang itu akan pergi kepada peruncit dengan harga turut meningkat sebelum ia sampai kepada peniaga makanan.
“Peniaga makanan pula akan menaikkan harga pada kadar jauh lebih tinggi daripada kenaikan kos,” ujarnya.
Barjoyai menjelaskan, akhirnya akan dapat dilihat bahawa semua peringkat perniagaan menaikkan harga sekali gus menjadikan kenaikan harga berlaku secara meluas.
“Jadi peningkatan harga diramal agak besar walaupun kadar inflasi negara hari ini tidak sampai dua peratus.
“Bagaimanapun saya tidak dapat anggarkan peratus kenaikan harga ini secara spesifik. Namun ketika ini kos makanan semuanya sedang meningkat dan ia akan terus menaik,” katanya.
Justeru, beliau menyarankan kerajaan menerusi Kementerian Perdagangan Dalam Negeri dan Kos Sara Hidup menggerakkan secara lebih agresif pasukan pemantau untuk pastikan peniaga tidak menaikkan harga sewenang-wenangnya melebihi apa yang sepatutnya.
Pangkas jalur distribusi
Lantas apa solusinya? Untuk meringankan beban masyarakat, kita tidak bisa hanya mengandalkan inflasi rendah sebagai indikator kesejahteraan. Pemerintah harus memastikan distribusi bahan pokok lancar dan bebas spekulasi harga agar tercapai stabilisasi harga bahan pokok. Bayangkan betapa lega rasanya kalau bahan pokok seperti beras, gula atau minyak goreng bisa dibeli lebih murah di lingkungan kita sendiri. Pemerintah perlu rutin mengadakan pasar murah di kelurahan atau desa. Tak hanya untuk momen-momen tertentu seperti Ramadan, tapi sepanjang tahun. Dengan begitu, ibu-ibu tak perlu cemas menghitung-hitung uang belanja tiap hari.
Baca Juga: Program Rumah Rakyat Diusulkan Masuk PSN
Memangkas jalur distribusi. Jika petani atau produsen bisa langsung menjual hasil panennya ke pasar atau melalui koperasi, harga bisa lebih terjangkau. Distribusi yang efisien juga berarti bahan pokok sampai lebih cepat dan segar ke tangan konsumen. Kadang kita lupa bahwa Indonesia kaya akan sumber pangan selain beras. Singkong, jagung atau sorgum bisa jadi alternatif.
Pemerintah perlu menggalakkan kembali konsumsi pangan lokal, sekaligus membantu petani memasarkan produk-produk ini. Kalau masyarakat mulai terbiasa, ketergantungan pada beras bisa berkurang, dan harga pun jadi lebih terkendali. Upah yang diterima sering kali tak cukup untuk mengejar kenaikan harga barang. Pemerintah perlu memastikan gaji terutama upah minimum benar-benar disesuaikan dengan kondisi lapangan, termasuk harga bahan pokok. Jangan sampai masyarakat terus merasa "gaji segini-gini aja, tapi harga terus naik."
Baca Juga: Persaingan Kian Ketat di Industri Telekomunikasi
Kartel dan spekulasi harga sering kali menjadi biang kerok kenaikan bahan pokok. Ini harus diberantas tuntas sampai ke akarnya. Pemerintah harus tegas terhadap pelaku yang bermain curang demi keuntungan pribadi.
Mahalnya harga bahan pokok bukan hanya soal angka, tetapi juga soal bagaimana masyarakat bisa hidup dari hari ke hari. Memastikan harga kebutuhan stabil bukan cuma persoalan ekonomi, tetapi juga persoalan kemanusiaan.
Baca Juga: Upah Minimum Pekerja di Jakarta Rp 5,39 Juta
Pada akhirnya, kesejahteraan harus dirasakan semua orang. Oleh karena itu, inflasi rendah memang penting, tapi tanpa harga bahan pokok yang terjangkau, masyarakat tetap akan merasa hidup semakin mahal. Dengan menggabungkan pendekatan jangka pendek (subsidi dan stabilisasi harga) serta jangka panjang (reformasi struktural dan pemberdayaan), kita bisa memastikan tidak ada lagi yang merasa terpinggirkan dalam perjalanan menuju kesejahteraan nasional. Harga stabil, daya beli meningkat, kesejahteraan pun akan merata.
Ridho Ilahi | Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keluhan tentang mahalnya harga kebutuhan pokok dan menurunnya daya beli masyarakat kembali mencuat akhir-akhir ini. Anehnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) justru menunjukkan bahwa inflasi di Indonesia relatif rendah. Pada 2022, inflasi tercatat sebesar 5,42%, sedangkan pada 2023 hanya 2,86%. Bahkan hingga November 2024, inflasi berada pada tingkat 1,55%, dengan empat bulan berturut-turut mengalami deflasi. Lantas, mengapa masyarakat tetap merasa harga barang semakin mahal?
Inflasi adalah ukuran kenaikan harga barang dan jasa secara keseluruhan. Tapi di balik angka-angka tersebut, ada cerita yang lebih rumit. Kalau harga sebagian besar barang stabil atau turun, inflasi terlihat rendah meskipun harga beras, gula atau minyak goreng melambung tinggi. Di sinilah letak masalahnya. Bagi kebanyakan orang, terutama yang berpenghasilan rendah, barang-barang seperti beras atau minyak goreng adalah kebutuhan utama. Kalau harga barang-barang itu naik, mereka langsung merasa terpukul, meskipun inflasi secara keseluruhan tetap rendah.
Baca Juga: Langkah RI Menciptakan Mini World Bank, Pembiayaan Khusus Untuk Infrastruktur Daerah
Bayangkan dua keluarga, satu berpenghasilan tinggi dan satu lagi pas-pasan. Keluarga kaya membeli berbagai macam barang: kebutuhan pokok, barang mewah, hingga liburan. Kalau harga beras naik, hanya sedikit memengaruhi anggaran karena total pengeluarannya tersebar di banyak hal.
Sebaliknya, keluarga berpenghasilan rendah dominan menghabiskan pendapatan mereka untuk kebutuhan pokok. Jadi, kalau harga bahan makanan naik, dampaknya terasa sangat besar. Wajar jika mereka sering mengeluh. Ini sejalan dengan Hukum Engel, yang mengatakan bahwa semakin rendah pendapatan seseorang, semakin besar proporsi penghasilannya yang dihabiskan untuk kebutuhan dasar. Kenaikan harga bahan pokok sedikit saja cukup membuat mereka kewalahan.
Baca Juga: Saham EMTK & SCMA Melejit, Berkat Kinerja Vidio Atau Sentimen Akumulasi Induk Usaha?
BPS mencatat inflasi makanan, minuman, dan tembakau (kelompok yang sering dikonsumsi masyarakat berpenghasilan rendah) mencapai 0,56% (mtm) pada November 2024. Bandingkan dengan inflasi umum yang hanya 0,24% (mtm) pada November 2024.
Jadi, meski inflasi terlihat rendah, bagi masyarakat miskin, kenyataan di lapangan sangat berbeda. Hal ini juga tecermin dari kenaikan garis kemiskinan (GK). Pada Maret 2024, GK berada di level Rp 582.932 per kapita per bulan, naik dari Rp 550.458 tahun sebelumnya. Dengan penghasilan segitu, orang miskin semakin sulit memenuhi kebutuhan dasar, apalagi kalau penghasilannya tidak ikut naik.
Baca Juga: Melelang Harta Koruptor nan Mewah
Kenaikan GK menunjukkan untuk keluar dari kemiskinan pendapatan orang miskin harus tumbuh lebih cepat daripada inflasi. Sayangnya, pertumbuhan ekonomi rata-rata sekitar 5% tidak cukup untuk mengejar kenaikan GK yang mencapai 5,9%. Kelompok rentan miskin juga berada dalam bahaya. Mereka yang sebelumnya "nyaris tidak miskin" bisa saja jatuh ke jurang kemiskinan jika harga bahan pokok terus naik tanpa diimbangi kenaikan pendapatan.
Demand-pull Inflation
Kalo inflasi jenis ini, contoh yang paling gampang gini, elo pernah kepikir nggak kalo seandainya uang jajan lebih gede dari yang didapat sekarang.
Misalnya duit jajan elo sekarang sebulan Rp500.000, tiba-tiba Mama naikin uang jajan jadi Rp1.000.000/sebulan. Ya secara natural, biasanya elo terdorong untuk belanja lebih banyak daripada waktu duit jajan sedikit.
Nah, sekarang bayangin kalo fenomena ini terjadi dalam skala yang besar dalam masyarakat luas. Tiba-tiba semua orang pada doyan belanja!
Kalo permintaan naik, lagi-lagi elo bisa tebak sendiri gimana respon para pedagang dengan otak bisnisnya? Yup, lagi-lagi naikin harga.
Nah, rantai sebab-akibat inilah yang disebut Demand-pull Inflation atau Inflasi Tarikan Permintaan. Inflasi jenis ini terjadi karena adanya kelebihan permintaan secara agregat atau keseluruhan (Aggregate Demand/AD) sebuah negara.
Kenapa permintaan barang dan jasa kok bisa naik secara keseluruhan gitu sih? Biasanya penyebabnya adalah adanya kelebihan likuiditas atau peningkatan jumlah uang yang beredar di masyarakat.
Jenis Inflasi Berdasarkan Asal Penyebabnya
Oke, secara garis besar elo pasti makin paham penyebab dari fenomena inflasi. Tapi yuk coba gali lagi lebih mendalam tentang penyebab inflasi.
Dalam melihat fenomena ekonomi secara nyata, gak bisa lupa bahwa dunia udah semakin terintegrasi, terutama dari sisi ekonominya.
Gampang banget ngeliatnya di kehidupan sehari-hari. Coba deh cek, seluruh gadget elo buatan mana? peralatan elektronik rumah tangga seperti AC, kulkas, TV, rice-cooker, dll buatan mana? Nah, ada banyak banget produk yang digunakan itu tidak hanya melibatkan industri dalam negeri lho.
Hubungan industri ini gak hanya dalam level barang konsumsi saja, tapi juga pada level bahan baku, seperti biji besi, timah, kapas, gula, pasir, kayu, semen, dll.
Dari situ dapat dilihat bahwa iklim industri di luar akan berdampak juga pada kondisi ekonomi di Indonesia, dan juga sebaliknya.
Hubungan ekonomi antar negara inilah yang juga memungkinkan terjadinya inflasi. Inflasi yang terjadi di negara lain bisa ikutan “kebawa-bawa” sampai ke Indonesia juga lho ketika belanja dari negara lain.
Makanya inflasi juga bisa dikelompokkan berdasarkan sumbernya, yaitu Imported Inflation dan Domestic Inflation.
Inflasi jenis ini bisa terjadi ketika negara melakukan pembelian dari negara yang sedang mengalami inflasi yang tinggi, sehingga barang-barang di negara tersebut kan tinggi tuh.
Jadi kebawa deh harga tingginya itu ke pasar domestik. Misalnya pemilik toko alat elektronik seperti handphone atau laptop, yang bahan bakunya kebanyakan berasal dari China.
Kalo pas China lagi mengalami inflasi yang tinggi, maka harga barang-barang tersebut dari negeri asalnya juga pasti akan jadi lebih mahal kan?
Karena para importir di Indonesia mendapatkan barang dengan harga lebih mahal dari biasanya, apa yang mereka lakukan pas dijual di Indonesia?
Yak, harganya juga akan lebih mahal. Inilah yang disebut dengan imported inflation, karena inflasi yang sebenernya terjadi di negara lain jadi kebawa-bawa masuk ke negara melalui hubungan dagang tadi.
Inflasi domestik berarti dalam negeri dong, maksudnya gimana nih? Hal ini terjadi sebagai akibat dari pengambilan kebijakan-kebijakan ekonomi dalam negeri yang kurang tepat.
Nanti gue bakalan bahas tentang penanggulangan inflasi melalui berbagai kebijakan dari Bank Indonesia. Nah, kalo pengambilan kebijakan itu dilakukan di saat yang tidak tepat, maka bisa jadi terjadi inflasi.
Selain kesalahan keputusan dari Bank Indonesia, kebijakan pemerintah yang pada akhirnya menyebabkan harga terdorong naik adalah kebijakan mengenai pajak.
Kalo elo masih inget tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (konten zenius.net kelas XI K2013 tentang APBN dan APBD).
Di situ dibahas salah satu sumber pendapatan pemerintah adalah melalui penerimaan pajak yang harus dibayarkan oleh perorangan dan juga oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia.
Nah, kalo pemerintah menetapkan pajak yang terlalu rendah, sedangkan belanja negaranya tinggi, akhirnya kan APBN-nya defisit. Kalo udah defisit gitu, kemungkinan besar pemerintah harus memotong anggaran belanjanya.
Kalo yang dipotong adalah anggaran belanja untuk pembangunan infrastruktur, ini berpotensi untuk memicu inflasi.
Karena akhirnya distribusi barang jadinya terganggu karena dukungan infrastruktur yang kurang. Hal kayak inilah yang disebut dengan domestic inflation, karena disebabkan oleh faktor-faktor yang terjadi di dalam negeri.
Inflasi: Penyebab, Dampak, dan Tips Mengantisipasinya
"Ada banyak penyebab inflasi di Indonesia, mulai dari permintaan barang dan jasa yang meningkat hingga krisis moneter. Cari tahu dampak dan tips untuk mengantisipasinya."
Inflasi dapat diartikan sebagai peningkatan harga yang terjadi secara umum dan terus-menerus pada berbagai barang dan jasa selama jangka waktu tertentu. Anda bisa berinvestasi sebagai salah satu cara mengantisipasinya.
Selain itu, investasi diperlukan agar masa depan lebih terjamin. Sekarang, investasi jadi lebih mudah dengan OCTO Mobile dari CIMB Niaga. Pilihan produknya lengkap mulai dari reksadana, obligasi, sampai valas. Yuk, #GetWealthSoon!
Ada beberapa faktor utama yang dapat menjadi penyebab inflasi, antara lain:
Penyebab inflasi yang pertama yaitu adanya kenaikan permintaan terhadap barang dan jasa melebihi pasokan yang tersedia.
Ketika permintaan masyarakat akan barang dan jasa melebihi kemampuan produsen untuk menyediakannya, harga akan cenderung naik.
Penyebab inflasi ini bisa terjadi karena peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan jumlah penduduk, atau perubahan preferensi konsumen.
Kenaikan harga bahan baku produksi, seperti minyak bumi, gas alam, atau komoditas pertanian, dapat menjadi penyebab inflasi dari segi penawaran.
Peningkatan biaya ini pada akhirnya dibebankan kepada konsumen dalam bentuk harga yang lebih tinggi.
Dalam kasus penyebab inflasi yang dipicu oleh kenaikan harga bahan baku seringkali diikuti oleh kelesuan usaha.
Jumlah peredaran uang yang berlebihan juga bisa menjadi penyebab inflasi lainnya.
Ketika jumlah uang beredar meningkat lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi, nilai uang akan turun sementara harga produk mengalami kenaikan.
Hal ini menyebabkan harga barang dan jasa naik karena dibutuhkan lebih banyak uang untuk membeli barang yang sama.
Seperti kebanyakan negara berkembang, anggaran pemerintah Indonesia terkadang mengalami defisit yang turut menjadi salah satu penyebab inflasi.
Hal ini disebabkan oleh masalah struktural ekonomi yang menimbulkan kesenjangan antara keinginan dan kemampuan untuk membangun.
Ekspektasi inflasi atau perkiraan masyarakat dan pelaku ekonomi tentang inflasi di masa depan juga merupakan salah satu faktor penyebab inflasi.
Jika masyarakat dan pelaku usaha memperkirakan kenaikan inflasi di masa depan, mereka cenderung menaikkan harga barang dan jasa atau meminta kenaikan upah.
Ekspektasi inflasi ini nantinya dapat menjadi kenyataan (self-fulfilling prophecy) dan menjadi penyebab inflasi semakin tinggi.
Krisis moneter, seperti depresiasi nilai tukar mata uang atau krisis perbankan dapat menjadi penyebab inflasi yang berikutnya.
Depresiasi nilai tukar akan membuat barang impor lebih mahal, sedangkan krisis perbankan dapat mengganggu pasokan kredit dan menghambat aktivitas ekonomi.
Mengetahui berbagai penyebab inflasi di atas menjadi langkah yang penting untuk merancang strategi dalam mengantisipasinya.
Baca juga: Memahami Manfaat dan Tantangan Ekonomi Digital
Bukan hanya penyebab inflasi saja yang perlu Anda pahami, melainkan juga berbagai jenisnya. Berikut ini jenis-jenis inflasi berdasarkan tingkatannya:
Inflasi ringan terjadi ketika kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok kurang dari 10% per tahun.
Jenis inflasi ini memiliki tingkat kenaikan harga yang rendah, biasanya di bawah 10% per tahun.
Inflasi ringan ditandai dengan kenaikan harga yang lambat dan berlangsung secara bertahap.
Inflasi sedang terjadi ketika harga barang-barang kebutuhan pokok naik antara 10% hingga 30% dalam setahun.
Kenaikan harga ini lebih tinggi daripada inflasi ringan dan terjadi dalam waktu yang relatif singkat.
Inflasi berat terjadi ketika harga-harga kebutuhan pokok melonjak antara 30% hingga 100% dalam setahun.
Sesuai namanya, jenis inflasi berat sangat parah karena kenaikan harga yang sangat tinggi.
Pada tingkat ini, harga-harga melambung tinggi dan sulit dikendalikan, sehingga sangat memengaruhi daya beli masyarakat.
Hiperinflasi adalah kondisi inflasi yang sudah tidak terkendali lagi, terjadi ketika harga-harga kebutuhan pokok melonjak lebih dari 100% dalam satu tahun.
Dampak dari jenis inflasi ini sangat terasa oleh masyarakat karena peningkatan harga yang sangat besar dan cepat.
Baik inflasi ringan, sedang, berat, maupun hiperinflasi semuanya memiliki konsekuensi yang perlu Anda waspadai.
Setelah mengetahui apa saja penyebab inflasi dan jenisnya, Anda juga perlu memahami dampaknya berikut ini:
Dampak inflasi yang meningkat dapat memicu kenaikan suku bunga pinjaman untuk menjaga nilai mata uang.
Namun, kenaikan suku bunga pinjaman ini bisa menjadi kendala bagi pengembangan usaha karena investor akan berpikir dua kali untuk berinvestasi.
Seperti yang diketahui bahwa salah satu penyebab inflasi adalah kenaikan permintaan barang dan jasa, namun harga bahan baku mengalami peningkatan.
Kondisi ini dapat menyebabkan distribusi barang konsumsi tidak merata, karena produk cenderung menumpuk di daerah yang dekat dengan tempat produksi.
Akibatnya, barang konsumsi hanya dapat diakses oleh masyarakat yang memiliki daya beli tinggi.
Inflasi dapat berdampak negatif pada kesejahteraan masyarakat, terutama mereka yang berpenghasilan tetap.
Ketika inflasi terjadi, harga barang dan jasa di pasar akan meningkat, sementara pendapatan masyarakat tidak mengalami perubahan.
Akibatnya, daya beli masyarakat menurun dan mereka kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Meskipun beberapa pihak mungkin mendapatkan keuntungan, sebagian besar masyarakat akan mengalami kerugian akibat penurunan daya beli saat terjadi inflasi.
Hal ini menyebabkan distribusi pendapatan di masyarakat menjadi tidak merata dan timpang.
Inflasi dapat mendorong para investor untuk memilih investasi spekulatif sebagai cara melindungi kekayaannya.
Investasi spekulatif berfokus pada aset seperti properti atau emas yang nilainya cenderung stabil atau naik saat inflasi sebagai pelindung nilai dari penurunan daya beli uang.
Bisa disimpulkan bahwa banyaknya penyebab inflasi bisa menyebabkan dampak negatif yang berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat.
Baca juga: Catat, Ini Cara Berinvestasi yang Benar dan Aman
Tips Mengantisipasi Inflasi
Ada beberapa tips yang bisa Anda lakukan untuk mengantisipasi berbagai dampak dan penyebab inflasi, yaitu:
Siapkan dana khusus untuk keperluan tak terduga yang bisa digunakan saat kondisi inflasi yang berisiko menyebabkan pengurangan gaji atau bahkan PHK.
Jumlah dana darurat yang ideal adalah 6 kali pengeluaran bulanan jika masih lajang atau 12 kali pengeluaran bulanan jika sudah berkeluarga dan memiliki tanggungan.
Inflasi bisa membuat nilai uang menjadi berkurang, sehingga penting untuk berinvestasi agar uang yang Anda miliki tidak kehilangan nilainya.
Pilihlah investasi yang memberikan keuntungan atau imbal hasil lebih tinggi dari inflasi. Namun, perlu diingat bahwa setiap investasi pasti memiliki risiko.
Hindari menempatkan seluruh dana pada investasi berisiko tinggi, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi akibat inflasi.
Anda dapat mempertimbangkan untuk mencari penghasilan tambahan di luar penghasilan utama sebagai usaha mengantisipasi dampak dan penyebab inflasi.
Misalnya, Anda bisa memanfaatkan platform online untuk berbisnis atau melakukan usaha sampingan (hustle job) yang sesuai dengan minat dan hobi.
Salah satu cara untuk meminimalisir penyebab inflasi agar tidak terdampak kenaikan harga yaitu mengelola keuangan Anda.
Atur kembali keuangan Anda dengan membedakan pengeluaran yang penting dan yang hanya keinginan.
Selain itu, sebaiknya tunda dulu membeli barang yang tidak terlalu dibutuhkan dan sebaiknya belanja saat kondisi ekonomi sudah lebih stabil.
Memahami penyebab inflasi dapat membantu Anda untuk lebih siap menghadapi dampaknya dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengendalikannya.
Baca juga: 5 Cara Mengelola Keuangan yang Efektif untuk Pemula
Cara Menghitung Inflasi Tahunan
Nah, setelah elo sudah mengetahui komponen-komponen yang menyebabkan inflasi, gue harap itu semua udah cukup menjawab pertanyaan kenapa harga barang yang dikonsumsi sehari-hari selalu naik setiap tahun.
Sekarang masalahnya, tingkat kenaikan itu bisa dihitung ga? Seberapa besar tingkat inflasi? Sampai sejauh mana inflasi dikatakan wajar? Bagaimana cara mengukurnya?
Biasanya di tiap negara ada sebuah badan pemerintah yang ngurusin statistik. Di Indonesia punya Biro Pusat Statistik (BPS).
Setiap bulan BPS mempublikasikan inflasi Indonesia berapa persen dan angka ini didapet dari hasil pengumpulan data yang kemudian diolah lebih lanjut.
Data yang dikumpulin tuh data apa sih? Secara teori, ada beberapa pendekatan yang digunakan, di artikel ini gue akan bahas 2 pendekatan yang paling populer yaitu: Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI) dan Indeks Harga Produsen atau Producer Price Index (PPI). Gimana penjelasan dari 2 pendekatan di atas?